Senin, 17 Desember 2012

SISTEM PENEGAKAN HUKUM YANG KONSERVATIF Bangsa Indonesia, masih mengedepankan Procedural Justice dan cenderung memarginalkan subtancial justice. Hal ini terlihat dari Kasus pemotongan 2 batang bambu yang dilakukan oleh dua orang warga dusun Tampingan , Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah yakni M. Misbachui Munir (20) dan Budi Hermawan (28) hingga ke tingkat pengadilan. Kronologi kasus ini, bermula ketika dua batang bambu yang tumbuh di kebun milik Minayah (40) roboh serta menimpa atap rumah Siti fatimah (47), akibatnya atap genteng rumah milik Siti Fatimah yang merupakan ibu dari Munir mengalami kerusakan. Atas kejadian itu, Munir dan a Budi akhirnya memotong dan membersikan bambu yang roboh itu, Kemudian Minayah yang merupakan pemilik pohon bambu melaporkan Munir dan Budi ke Polres Magelang, setelah itu kedua pria itu dipanggil oleh kepolisian untuk dimintai keterangan serta dikenai wajib lapor oleh Polres Magelang. Setelah berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) lengkap, Munir dan Budi mendapatkan surat panggilan S.Pgl/737/X/2012 yang ditanda tangani oleh Kasatreskrim Polres Magelang AKP Saprodin tertanggal 27 Oktober 2012. Pada tanggal 5 November, atas perintah jaksa ,Munir dan Budi ditahan di Kejari Mungkid, kabuparen Magelang. Penegak Hukum yang Konservatif Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), kedua terdakwa yakni Budi Hermawan dan Muhammad Misbachul, didakwa dengan pasal berlapis yakni pasal 170 KUHP dan 406 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun. Jika mengkaji dakwaan JPU ini, dan mengutip dari apa yang dikatakan oleh Prof. Jimly Asshiddiqie, maka dapat disimpulkan bahwa aparat hukum hanya menegakkan peraturan, bukan menegakkan keadilan. Kenyataannya bahwa hukum seolah-olah berjalan di dunianya sendiri, dan meninggalkan basis sosialnya. Penegakkan hukum tidak lagi identik dengan pencarian keadilan tetapi seolah-olah hanya penggalan episode ritual para pekerja hukum. Cara berhukum dewasa ini menunjukan suatu situasi kontradiktif. Di satu sisi, cara berhukum itu begitu tegas menebas mereka yang tidak berdaya, namun di sisi lain begitu lunglai ketika menyentuh otoritas kekuasaan. Kasus penebangan pohon bambu yang mengantarkan Munir dan Budi ke Pengadilan, menunjukan bahwa negara hukum masih lemah (the weak rule of law) karena belum mampu mendatangkan keadilan. Hal ini tentunya merupakan pemandangan yang sangat kontras bila dikaitkan dengan kasus-kasus besar yang tidak terselesaikan secara tuntas, seperti kasus Bank Century Menurut Prof. Sartjipto Rahardjo, Penegak hukum khususnya kepolisian seharusnya memperhatikan aspek sosial masyarakat. Yang harus dipahami oleh kepolisin bahwa hukum tidak berjalan secara sendiri, melainkan sejalan dengan kebutuhan, harapan, dan aspirasi masyarakat. Kepolisian tidak boleh semata-mata berpegang pada hukum negara atau aturan tertulis saja, seharusnya kepolisian mengedepankan hal-hal yang transenden, yang berkenaan dengan hati nurani disatu sisi, dan realitas sosial masyarakat berupa kepentingan sosial yang faktual di masyarakat. Upaya Preventif Para Penegak hukum seharusnya memiliki independensi dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya, agar kasus-kasus kecil eperti ini dikemudian hari dapat menjadi pertimbangan untuk diperkarakan atau tidak di pengadilan. Sebab, apabila penegak hukum minim independensi, frame berpikir yang konvensional, dengan karakter birokratis, sentralistik, menganut pertanggungjawaban hierarkis dan berlaku sistem komando, maka kasus-kasus kecil yang merobek nurani keadilan, ini akan terus bermunculan. Polisi, Jaksa, dan hakim sebagai aparat penegak hukum sudah saatnya merombak sistem berpikir yang konservatif yang mengasumsikan bahwa manusia adalah untuk hukum, karena seyogianya menurut Prof. Sarjtipto Rahardjo hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya. Hal ini menggambarkan bahwa hukum hadir bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang sangan luas dan besar. Untuk itu, ketika terjadi permasalahan di dalam hukum, maka hukumlah yang harus ditinjau dan diperbaiki, bukan manusia yang dipaksa-paksakan untuk masuk dalam skema hukum. Untuk kasus-kasus kecil seperti penebangan dua pohon bambu yang dilakukan oleh Misbachul dan Budi ini, Jaksa harusnya sejak awal dapat menghentikan kasus ini demi kepentingan umum dengan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Kita sudah seharusnya meninggalkan sistem hukum yang konservatif, yang bercirikan pembentukan hukum yang sentralistik, miskin partisipasi rakyat dan bersemainya penafsiran –penafsiran hukum secara tekstual sehingga menjadikan penegak hukum sebagai corong dari undang-undang. Hukum bukan merupakan sesuatu yang mutlak serta final, karena hukum selalu berada dalam proses untuk terus menjadi, dengan kata lain hukum akan terus berubah sesuai dengan perkembangan dinamika kehidupan manusia. Abdul Gani Latar Independent Maluku Criminal Watch